Menjalin hubungan denganmu adalah salah satu fase hidup yang tak pernah kusesali, sama sekali. Kau perlu tahu itu.
Jatuh cinta pada siapa adalah hal yang tak bisa kita ramalkan. Begitu pula saat dahulu kita saling suka. Serta merta dunia serasa menjadi sepetak saja. Dan kitapun menjadi sepasang anak muda yang kasmaran.
Kau yang selalu duduk di sana menemaniku menghabiskan makan malam. Kau yang khusyuk membiarkanku bercerita banyak hal. Kau yang datang menghiburku saat sedang kebingungan. Semua berjalan tanpa banyak gangguan. Aku berterima kasih akan kenangan itu.
Tapi perlahan aku sadar, mencintaimu itu seperti bunuh diri. Rasa yang aku beri telah kau goresi.
Hingga hari itu tiba. Kuman telah kau tumbuhkan sendiri untuk menggerogoti janji. Bilangmu, kau akan menjaga hati, tapi kau malah membiarkannya terkontaminasi. Katamu, aku tak akan terganti, tapi nyatanya kau mencari-cari lagi.
Dengan gampang, kau mempersilahkan orang lain menyusup ke dalam. Membiarkan hatimu terbagi. Dengan belati kau mengikisi hatiku yang telah lama jadi penghuni. Membuatku tak punya pilihan lain kecuali pergi.
Berpisah denganmu bukanlah sebuah pilihan, tapi keharusan yang tak bisa ku alpakan
Ibarat dataran kosong, kini kau sudah membuat lubang cukup besar di hatiku. Kau juga yang membuatnya jadi beku. Hingga tak bisa lagi kupakai untuk mencintaimu.
Barangkali kau perlu tahu, saling mencintai itu tak seperti bermain kartu. Sesekali kau juga harus siaga menjaganya baik-baik saja tanpa hanya pasrah pada keadaan. Kau juga perlu menjaga janji tanpa harus bersembunyi dibalik kata “wajar”. Toh, sarapan untuk cinta adalah setia.
Memutuskan pergi bukan berarti aku benci. Jujur saja, aku lebih ingin menyelamatkan diri.
Sekarang, “kau” adalah masa lalu yang telah menjadi sejarah. Hanya bisa dibaca tanpa pernah mungkin jadi tempat singgah.
Berulang-ulang kau bilang tak akan mengulang. Aku hanya bisa diam. Berkali-kali kau bilang maaf. Aku tak keberatan untuk mengabulkan.
Kau adalah masa lalu. Kita adalah kenangan. Mencintaimu adalah pelajaran. Luka itu juga pengalaman. Semuanya sudah usai dari sekarang.
Sayangnya, penyesalan itu memang seperti pahlawan kesiangan, seringkali datangnya belakangan.
Komentar
Posting Komentar